Rabu, 20 Januari 2010

Bhisama Leluhur Majapahit - Yadnya di Besakih

Gaweakna yajna aneng bhasakih, ersyaning tapakan bhatara wawu dateng saking wilwatikta majapahit. yan sira lupa bhakti ring manira kadi kocaping prakempa ametu satengahing mulih warsaning bhuwana rwa. yan sire neher bhakti, wetu 150 warna, warsa ning yusaning bhuwana rwa, mwa akadi nguni, tan hana alanya. yan teher tan tihana mwah segara mabuat, kumedeng tangbhwana rwa.

Artinya :
Laksanakanlah yadnya di Besakih, di bagian timur laut di tempat pertama kali Bhatara dari Wilwatikta Majapahit menginjakkan kaki. Jika kalian melupakan yadnya sebagaimana terdapat dalam lontar prekempa ini, umur manusia tidak akan panjang, jika kalian selalu beryadnya umur manusia bisa mencapai 150 tahun, sesuai dengan usia biasanya, bahkan tetap seperti sedia kala tidak akan terjadi bencana. Jika selamanya tidak melaksanakan yadnya, orang tidak akan mengenal tata krama, akan terjadilah badai laut yang akan menghancurkan gunung Agung.

Saya bertanya kepada Ida Mpu Kuturan, kenapa kita harus beryadnya dan kenapa bumi ini harus marah kepada umat manusia. Terus terang saya sangatlah sedih sebagai pelindung umat manusia karena sedemikian besar pengetahuan saya di dunia ini tapi tetaplah tiada artinya. Karena begitu banyaknya para Dewata yang saya kenal, tapi tidak ada satu pun para Dewata yang mau menyadarkan umat manusia untuk beryadnya dan menghentikan bumi ini untuk marah kepada umat manusia. Sungguh saya teramat sedih hati mendengar kehendak langit yang begitu sangat marah kepada umat manusia.

Ida Mpu Kuturan berbicara; Ada yang saling melengkapi dan ada yang saling menghancurkan. Ida Mpu Kuturan juga mengatakan kepada saya tujuan orang melaksanakan yadnya adalah mengangkat derajat makhluk alam semesta agar menghasilkan manusia-manusia sejati melalui jnana yadnya, bukan untuk memenuhi keinginan pribadi yang terbatas. Tujuan yadnya untuk kepentingan seluruh makhluk, bukan untuk kepentingan individu manusianya. Yadnya adalah akar paling mendasar bagi makhluk alam semesta. Yadnya adalah berarti pengorbanan. Prinsip mulia dari pelaksanaan yadnya adalah tidak mementingkan diri sendiri dan melayaninya dengan kasih sayang. Hal terpenting dari kata kunci sebuah yadnya yang terlupakan saat ini adalah pelayanan dan kasih sayang. Lewat pengorbanan yang timbul dari tali kasih, dasarnya adalah pelayanan. Semua bentuk yadnya pada intinya adalah pengorbanan secara fisik dan mental. Dengan kata lain yadnya itu adalah bentuk kebahagian spiritual yang membuang semua buah karma masa lalu. Sekian yang saya beritahukan kepada umat manusia agar ingat selalu pesan-pesan beliau. Rahayu rahayu rahayu, sagung dumadi.

Sumber: Pinisepuh Agung Yudistira

5 komentar:

  1. bila kita beryadnya dan alam tetap marah, lalu bagaimana? jaman sekarang manusia tidak akan melakukan bila tidak keinginannya terpenuhi, dan bukankah manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna? Lalu mengapa tidak beryadnya kepada Tuhan daripada ber-yadnya kepada ciptaan alam semstanya? Memang benar apa kata anda, bahwa dengan beryadnya alam semesta ini naik derajatnya dan mereka "alam" senang bila ciptaan Tuhan yaitu manusia menyibukkan diri untuk beryadnya kepada alam. Akan tetapi jika manusia mulai berkurang beryadnya kepada alam, maka alam akan murka. Bukankah ini seolah olah alam memaksakan kehendak? Sepertinya alam mulai menyetir manusia? Seperti sang profesor sains menciptakan robot dan robot mulai cemburu bila master nya tidak memberikan apa yg di inginkan robot itu dan oleh karena itu robot mulai memaksa sang profesor utk memenuhi kehendak robot alias seperti alat mengendalikan majikannya. Lalu kapan Manusia di bumi ini benar benar mulai sembahyang kepada Sang Pencipta Alam Semesta yaitu Tuhan?

    BalasHapus
  2. Avalon,
    Menyebut bumi yang marah adalah ungkapan saja dalam sebuah karya sastra. Bukankah ditegaskan lagi bahwa: "Sungguh saya teramat sedih hati mendengar kehendak langit yang begitu sangat marah..." Maaf saya yang bodoh ini berusaha menulis dengan gaya-gaya sastra. Sedang kehendak langit adalah ungkapan dari pengertian Ketuhanan yang tidak terjangkau pikiran. Saya terinspirasi dengan gaya-gaya Kekawin Sutasoma.

    Terimakasih

    BalasHapus
  3. maaf saya mendadak bertanya yang agak nyeleneh niki, mohon maaf niki:

    1. kok kita sebagai manusia selalu ditakut-takuti (mohon maaf bahasanya) oleh ida bathara, untuk menghaturkan yadnya (bukankah esensi yadnya itu adalah tulus ikhlas) ?

    2. bhisama leluhur majapahit? mo ngancurin Bali? wong majapahit aja hancur mereka diam..lagipula kalo Bali mo dihancurkan siapa yang akan menyembah mereka, notabene Bali adalah benteng terakhir mereka...ingat pura (benteng).

    3. Kasihan orang Bali selalu dibingungkan dengan hal2 yang begini bethara A bilang B, bethara B bilang C, bethara khan 'bekas' manusia yang dulunya pernah hidup, tentu mereka masih mempunyai kenangan tentang kenikmatan hidup dan karmanya.

    4. Jadi menurut saya kembali ke pribadi masing2 aja, agar mengingat yadnya adalah dasarnya tulus dan bhakti, bukan akibat ditakut-takuti. Hidup di dunia sudah susah dan semasa kita diberikan reinkarnasi sebagai manusia jalankan dharma semaksimal mungkin dan tulus ikhlas, itu saja.

    Teringat salah satu kutipan kitab suci
    "meskipun 1000 weda bilang api itu dingin, jangan langsung dipercaya..." (artinya jangan langsung percaya terhadap apa yang panca indra kita tangkap terhadap informasi tertentu, pertimbangkan dengan bijaksana dulu)

    Minta maaf jika tidak berkenan dan mohon pencerahannya...

    BalasHapus
  4. Nurvata, yth.
    1. Bhisama itu adalah aturan layaknya Leluhur menasehati sentananya. Bhisama ini sudah ada sejak dahulu dan dihormati. Kalau manusia sudah tulus tidak usah merasa ditakut-takuti. Pertanyaannya mampukah setiap manusia itu beryadnya dengan tulus?

    2. Sabdapalon telah banyak menceritakan perihal Majapahit kehancuran dan kebangkitannya. Pinisepuh mendapat Bhisama ini untuk ditekankan lagi kepada masyarakat agar paham pakem2 yang ada. Dan akhir2 ini telah beberapa kali peringatan akan adanya eliminasi manusia di Nusantara, kita di Bali mari junjung pakem2 agar selamat. Demikianlah Pinisepuh ditugaskan untuk memberi peringatan2 kepada manusia Nusantara.

    3. Semua orang yang mempunyai karma baik menjadi Dewa Pitara. Yang moksa akan sejajar kedudukannya dengan Dewata Agung. Demikianlah aturan langit. Tidak bisa digeneralisir pemahaman ini sebelum ada pencerahan mengenai Niskala. Kenyataannya manusia Bali yang Siwa Buda memang menyembah Leluhur. Yang bingung adalah yang belum dicerahkan saja.

    4. Ketulusan dan bhakti tanpa pamrih itulah kehendak para Dewata.

    Kalau kita sudah tulus beryadnya dan paham cara2nya tentulah sejuta sastra juga tidak bisa mengalahkannya.

    Mari sama2 menggali kebenaran. Mohon maaf bukan maksud menggurui, kami di sini cuma menjalankan dharma dari Leluhur.
    Suksma

    BalasHapus
  5. nurvata :kenyataannya dibali ini adl penyembah leluhur,suatu contoh di besakih semua yg ada adl perhyangan leluhur kita,spt arya kenceng dll.masalah bhisama adl suatu kutukan agar para sentananya lebih disiplin dan tidak keluar dr pakem2 dharma. dan satu lagi saya katakan kpd nurvata,hormatilah orang tua mu agar mendapat surga dan usia yg panjang.karena saya yakin nurvata lahir dr seorang manusia dan akan nantinya menjadi bhatara/dewa pitara juga.dan akan mengikuti aturan2nya.dan kl dilanggar alam akan mensortirnya,kenapa alam yg marah/mensortirnya karena manusia mempunyai sifat alam yaitu satwam,rajas dan tamas.jd alam berhak untuk mensortir manusia karena manusia mempunyai sifat alam itu sendiri,dan manusia tercipta dr alam itu sendiri yg mengandung unsur panca maha bhuta.jd hanya orang yg pencerahan yg mengerti hal2 spt ini,kenapa harus ada bhisama? karena leluhur sudah tau apa yg akan terjadi kedepannya.buktinya manusia sudah mulai sombong dan coba2 menyalahi aturan leluhur.dan selalu membanggakan dirinya yg kerjaannya hanya bisa menghina orang2 yg berdharma. terima kasih selamat menghormati sesama manusia.

    BalasHapus