Bhisama ini di tulis untuk mengingatkan kepada warih-warih dari Ida Bhatara Hyang Pasupati yang ada di Bali agar tetap menjaga banten sebagai upacara yadnya dan tetap menjaga upacara Panca Wali Krama di Besakih agar Bali tetap di jaga oleh para Dewata.
Isi daripada Bhisama tersebut:
Hana ling Bhatara Putranjaya ring Basukih, uduh sang Aji Bali, prayatna sira ngemit praja mandala. Bakti ring sang sarwa dewa ring negara krama. Yan hana wwang ring panegara krama kena cukilan daki, gring tan wenang sinambat reh jadma kena sapadrawaning Dewata. Aywa ring desa pakraman genahning. Yan sang ratu tan mituhu ring pawarahku, Aku mulih ring Mahameru ring Jawi, angadagakan sasab merana ring sarwa jagat. Mangkana ling bhatara mungguing Widhi Sastra.
Mwah yan sira punggawa ratu ring Bali Rajya yang sira nora ngawe pada tawur agung ring panguluning jagat ring Basukih. Ngalimang tahun panca wali krama, wastu gumi nira kali tan pegat idepku anaut uriping manusa angadakang gring tatumpur sasab merana tekaning dipania majengilan ring kadang tunggalannia masatru-satru lawan kadangnia yadian hana mangarcana aku, tan mantuk Aku maring basukih, Aku matilar maring giri Bali mantuk ring giri Mahameru. Tan kayun malih kasungsung dening manusa loka, apan manusa loka apa jadma sang kala katung.
Arti dari Bhisama:
Nira Bhatara Putranjaya di Besakih, yang menjaga bumi Bali, yang menjaga jagat Bali. Kalau berbakti masalah-masalah kenegaraan berbaktilah kepada-Ku. Kalau negara kena kekotoran seperti grubug, sakit, kena susah atau kena masalah-masalah seperti tersebut berarti manusia kurang bakti kepada Nira Bhatara Putranjaya. Nira, Bhatara Putranjaya juga ada di desa Pekraman. Siapapun pemimpin Bali yang tidak mendengarkan arah-arah, Nira, Bhatara Putranjaya akan kembali ke Mahameru di Jawa. Kemudian jagat Bali akan merana, baik manusia yang tidak salah apalagi yang salah semua akan kena akibatnya. Ini semua sudah ada di dalam Widhi Sastra.
Siapapun pemimpin atau wakil-wakil Bali yang mau membuat upakara Tawur Agung, bebantenan, mecaru di Besakih setiap lima tahun sekali atau Manca Wali Krama di bumi Bali, maka Nira Bhatara Putranjaya tidak akan pernah berhenti menjaga kehidupan manusia dari sakit, hidup merana dan bencana. Menjaga bumi Bali ini dari musuh-musuh manusia, segala bencana atau musibah. Nira Bhatara Putranjaya yang berwenang menjaga gumi Bali dan tidak akan pergi meninggalkan Bali. Tetapi manakala semua upakara, yadnya, Tawur Agung serta bebantenan tidak dilaksanakan lagi di Bali, Nira Bhatara Gunung Agung akan kembali ke Mahameru. Tidak akan mau lagi disungsung oleh manusia. Maka semua manusia di Bali akan dimakan sang kala Katung.
Sumber Dharma tanpa sastra: dari perenungan dan komunikasi Pinisepuh dengan Ida Bhatara Gunung Agung.
Pinisepuh mengatakan, kita di Bali kepercayaan atau ajaran adalah berasaskan sastra yang digubah atau disempurnakan dari kitab Weda (Hindu) dan kitab Sutra (Budha). Ajaran-ajaran ini digubah oleh para Mpu-mpu kita yang sangat sakti menjadi Ciwa Budha serta sudah terbukti di Bali, Beliau-beliau banyak yang menjadi moksha. Bukankah moksha ini yang dikejar dalam melakukan olah spiritual dan merupakan bagian paling tinggi dari mempercayai Panca Sradha.
Panca Sradha:
1. Brahman: Keyakinan terhadap adanya buana agung
2. Atman: Keyakinan terhadap buana alit
3. Karmaphala: Keyakinan pada hukum sebab akibat
4. Samsara: Keyakinan pada kelahiran kembali atau reinkarnasi
5. Moksha: Keyakinan akan bersatunya Atman dengan Brahman
Tetapi dalam proses pencapaian itu, khususnya di alam Bali sudah ada Widhi Sastra yang harus dipenuhi salah satunya yaitu adanya persembahan-persembahan yadnya dengan banten, tujuannya tak lain adalah untuk menjaga keseimbangan alam Niskala itu sendiri. Kalau alam Niskala sudah seimbang maka pencapaian spiritual yang tertinggi pun mendapat restu. Maka dari itu, salah satu kesadaran yang harus dipupuk oleh setiap individu terutama umat Hindu Dharma di Bali adalah menjaga dan melaksanakan Bhisama Ida Bhatara Gunung Agung. Dunia boleh modern tetapi prilaku spiritual di Bali tetap diatur oleh Bhisama Ida Bhatara. Kalau ditinggalkan hancurlah bumi Bali ini.
Seruan bagi pelaku spiritual
Selain adanya Bhisama Ida Bhatara Gunung Agung untuk umat Bali pada umumnya, masih ada Bhisama Ida Bhatara yang melinggih di Pura Lempuyang Luhur bagi umat secara khusus, yang mengejar pencerahan dalam spiritual. Silahkan dibaca Bhisama Ida Bhatara Lempuyang Luhur agar usaha Anda tidak sia-sia melakoni spiritual atau menjadi penekun spiritual dengan tujuan untuk mencapai pencerahan.
Bli Sudiana...konten blognya menarik untuk disimak..nanti saya juga minta bhisamanya ya..kita belajar bersama yuk... dumogi Hyang Parama Kawi Ngicenin para Pretisentananya ke bahagiaan, kesehatan, dan panjang umur...
BalasHapussalam kenal dari:
Yan Dresti
(http://dadatu.wordpress.com)
Hi Yan Dresti, Bli Made Sandiago bukan Sudiana. Suksma. Tiang warga Pasek Gelgel juga yang kebetulan mendapat tuntunan. Suksma.
BalasHapusbli dresti:maaf nggih untuk lebih lengkapnya bli bs konfirm ke pak made sandiago tiyang disini cm membantu pak made memaparkan apa yg dimuat oleh pak made, suksma...
BalasHapuspak made: maaf nggih....