Selasa, 27 Oktober 2009

Kisah Dalem

Kisah ini menceritakan konsep kehidupan manusia dan prilaku persembahyangan sehari-hari serta adanya konsep Dalem dalam tatanan kehidupan manusia. Perenungan dan komunikasi yang diterima oleh Pinisepuh adalah sangat rumit untuk dijelaskan dan penyajian ini disederhanakan untuk memudahkan pemahaman.

Kisah Dewata Nawasanga
Ida Bhatara Lingsir Hyang Pasupati atau Acintya atau Hyang Tunggal serta sebutan Hyang Widhi yang lain --> dikenal juga dengan Ardhanareswari atau Ciwa Budha atau dwi tunggal.

Dari dwi tunggal kemudian tercipta Trimurti yaitu: Hyang Gnijaya (Brahma), Dewi Dhanu (Wisnu) dan Ida Putranjaya (Ciwa). Trimurti ini adalah Leluhur manusia Bali (mengingat Trimurti ini berstana di Bali).

Dari Trimurti kemudian berkembang kehidupan manusia di Bali oleh karena Hyang Gnijaya yang berstana di Lempuynag Luhur menurunkan Panca Tirtha atau Panca Dewata yaitu: Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan dan Mpu Bradah.

Salah satu dari keturunan Mpu Bradah yang melanjutkan konsep Ciwa Budha yang telah digubah dan diciptakan oleh Mpu Kuturan adalah Ida Pedanda Sakti Wau Rauh atau Dhang Hyang Niratha yang kemudian menyusun konsep Dewata Nawasanga yaitu:

Wisnu – penguasa arah utara – Pura Batur
Sambhu – penguasa arah timur laut – Pura Besakih
Iswara – penguasa arah timur – Pura Lempuyang.
Maheswara – penguasa arah tenggara – Pura Goa Lawah.
Brahma – penguasa arah selatan – Pura Andakasa.
Rudra – penguasa arah barat daya – Pura Uluwatu.
Mahadewa – penguasa arah barat – Pura Batukaru.
Sangkara – penguasa arah barat laut – Pura Puncak Mangu.
Siwa – penguasa arah tengah – Pura Besakih.

Konsep Dewata Nawasanga ini adalah merupakan konsep pemujaan yang tertinggi dalam tatanan atau prilaku persembahyangan pada kehidupan sehari-hari. Tetapi konsep ini lebih diarahkan secara umum hanya dalam hal bagaimana manusia menjalani kehidupannya agar mendapat restu pada semua bidang seperti hubungan kemasyarakatan atau pergaulan sosial, pencapaian-pencapaian kekayaan, kebendaan, hal-hal yang berbau materi dan kemakmuran, serta semua yang berhubungan dengan keduniawian, keselamatan manusia secara umum atau yang bersifat alam skala atau nyata pada kehidupan manusia.

Kisah Dalem
Di sisi lain yaitu di Nusa Penida, Hyang Pasupati kemudian menciptakan konsep pengaturan alam niskala manusia yang berhubungan dengan nyawa, kematian, kesehatan, sakit, obat, hidup setelah mati, penguasaan buta kala, wong gamang, wong samar dan lain-lain. Konsep inilah yang kita kenal sebagai Dalem. Atau sederhananya keseharian manusia dinamakan sebagai di luar diri manusia atau bisa dikatakan sebagai skala, sedang niskala dari manusia itu adanya di dalam atau Dalem.

Untuk menegaskan konsep skala dan niskala, Ida Mpu Kuturan telah membuat satu karya yang disebut Triloka yaitu Pura Dalem, Pura Desa dan Pura Puseh.

Pura Dalem adalah konsep pemujaan yang berhubungan dengan niskala manusia atau yang berada di dalam, sedang Pura Desa dan Puseh adalah konsep yang disebut sebagai di luar atau yang berhubungan dengan keseharian.

Proses penciptaan konsep Dalem ini dimulai dengan turunnya Ida Bhatara Hyang Pasupati dengan wujud Siwa dan menitis kepada manusia yang bernama Ki Dukuh Jumpungan serta turunnya Dewi Parwati dengan menitis kepada Ni Luh Puri yang merupakan istri dari Ki Dukuh Jumpungan. Keturunan dari Siwa-Parwati ini disebut dengan Dalem serta pada saat yang sama diakui pula bahwa siapapun yang mempunyai garis keturunan dari Ida Bhatara Siwa adalah dikatakan sebagai keturunan Dalem.

Singkat cerita, salah satu dari keturunan Dalem yang sangat berjasa dalam mengembangkan konsep Dewata Nawasanga adalah Ratu Gede Dalem Ped yang menjadi raja pada masanya setelah Dalem Sawang wafat. Dewata Nawasanga ini dikembangkan lagi menjadi yang disebut dengan Dasa Mantra yang sangat terkenal, yaitu:

Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang atau sering juga disingkat menjadi Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya. Dasa Mantra ini adalah pengayatan atau pengastawaan kepada Ida Bhatara Siwa atau Dalem.

Kemudian keturunan dari Mpu Soma Kepakisan yaitu Sri Aji Dalem Kresnha Kepakisan yang disebut-sebut sebagai yang mempunyai darah Satria dan darah Dalem atau sering dikenal sebagai keturunan Satria Dalem pada saat sebagai Raja Klungkung mengembangkan lagi konsep yang mencirikan keturunan Satria Dalem. Pengembangan tersebut datang dari konsep Dewata Nawasanga ditambahkan dengan konsep Trimurti. Ciri-ciri dapat ditemukan pada keberadaan meru tumpang sebelas di suatu pura atau Merajan Agung suatu puri.

Tetapi yang aneh dari konsep ini, sepanjang pengamatan seputar puri-puri, yang mempunyai meru tumpang sebelas di Merajan Agung ini hanya ditemukan di Jeroan Agung Pengastulan, Seririt, Buleleng yaitu asal dari Pinisepuh Agung Yudistira. Ada satu puri pada masa lalu mencoba membangun dan mendirikan meru tumpang sebelas tetapi setelah jadi disambar petir. Kemudian diketahui bahwa tidak boleh mendirikan meru tumpang sebelas kalau bukan dari keturunan Satria Dalem yang sesungguhnya.

Seperti yang diketahui oleh umum bahwa yang berstana dan yang paling berwenang dalam konsep Dalem adalah Dewi Durga atau Ida Bhatari Durga. Penyatuan dari Siwa-Parwati adalah Dewi Durga. Konsep Dalem lebih mengedepankan sosok seorang wanita atau Ibu karena Ibu adalah sosok yang dianggap lebih penyayang, sangat adil sehingga setiap permintaan dari anak akan bisa dikabulkan serta mempunyai sifat welas asih dan sifat welas asih ini adalah sifat Budha.

Untuk menjalankan kewenangan dan tata laksana Dalem, Ida Bhatari Durga mempunyai pengabih utama adalah Ratu Gede Dalem Ped atau Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling, Ida Bhatari Ratu Mas Maketel (adik dari Ratu Gede Dalem Ped), Ida Bhatara Ratu Bagus Ketut dan Ida Bhatara Jogor Manik.

Wewenang Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling adalah diantaranya mencabut nyawa manusia. Wewenang dari Ida Bhatari Ratu Ayu Mas Maketel adalah memberi restu kepada yang mengejar ilmu hitam seperti ilmu leak/liak (linggih ulian aksara) dan ilmu pengiwa. Wewenang dari Ida Bhatara Ratu Bagus Ketut adalah sebagai Dewa Rare Angon dan juga mencabut nyawa anak-anak. Wewenang dari Ida Bhatara Jogor Manik adalah yang menentukan waktu kematian dan menempatkan roh di mana menetap nantinya.

Demikian pengetahuan ini saya ceritakan dengan sangat singkat dari penuturan Pinisepuh dengan harapan umat Ciwa Budha paham sejatinya tatanan dan konsep pemujaan di Dalem yang telah disusun oleh Beliau Ida Mpu Kuturan pada karya nyata yaitu konsep Triloka. Dengan pengetahuan ini kita menjadi tahu bahwa, misalnya kalau memohon keselamatan dan umur panjang untuk anak-anak mestilah ‘ngayat’ Ida Bhatara Ratu Bagus Ketut, dan lain lainnya.

Dalam artikel lain akan lebih dijelaskan lagi mengenai Beliau-Beliau Ida Bhatara yang berwenang dalam konsep Dalem ini.

Catatan:
Ida Bhatara Jogor Manik dan Ida Bhatara Ratu Bagus Ketut adalah Bhatara yang benar-benar hanya terwujud di Niskala dan tidak pernah menitis kepada manusia. Juga, pada kenyataan kehidupan manusia, semua Ida Bhatara memiliki kemampuan Trimurti dalam arti sempit yaitu kita boleh memohon apa saja kepada Ida yang mana saja. Dua konsep ini hanyalah memberi pengetahuan bagaimana sebenarnya kehidupan manusia ini diatur oleh alam niskala.

2 komentar:

  1. Tetapi yang aneh dari konsep ini, sepanjang pengamatan seputar puri-puri, yang mempunyai meru tumpang sebelas di Merajan Agung ini hanya ditemukan di Jeroan Agung Pengastulan, Seririt, Buleleng yaitu asal dari Pinisepuh Agung Yudistira.
    ---> saya rasa ada yg kurang benar di bagian ini, coba dilihat di puri agung pejeng, disana juga ada tumpang sebelas. Puri agung pejeng merupakan keturunan satria dalem pemayun.

    BalasHapus
  2. Tyang dari Griya Dalem kaba” sdh keluar dari Mrajan lingsir ato ngarangan , di pekarangan tyang ada Pelinggih pengayat Ide ratu dukuh sakti , Ide ratu mekel anom , Ide ratu gde Bagus , apa mungkin ya ada hub an nya dengan konsep niki , suksma

    BalasHapus