Selasa, 24 November 2009

Avalokitesvara

MENYIBAK JATI DIRI DAN KEMASYURAN AVALOKITESVARA

Om mani padme hum, begitulah mantra Avalokitesvara.

Penyebutan Avalokitesvara diyakini telah terjadi sejak abad ke-2 sebelum masehi yakni pada naskah-naskah awal Mahavastu yang di dalamnya terdapat dua kotbah yang menyebut Avalokita. Penyebutan ini diperjelas dengan naskah-naskah Mahayana yang mana belakangan telah memberi status tinggi kepada Avalokitesvara dibanding Bodisatva yang lain. Bahkan pada Amit Ayurdhana Sutra, Avalokitesvara disebutnya putra Budha. Di Indonesia ajaran Tantra ditemukan di Palembang (Sumatra) sekitar abad ke-7 dengan ditemukannya prasasti yang menyebutkan doa kepada Manjusri dan Avalokitesvara,juga beberapa arca yang ditemukan pada abad ke-8. Dan pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya (abad ke-11) sang raja telah mendirikan candi sebagai penghormatan kepada sang Budha dan Bodhisatva Avalokitesvara. Dituangkan dalam bentuk Padmapani dan Vajrapani.

Di dalam perwujudan Avalokitesvara ada 33 perwujudan Avalokitesvara yang dimuliakan dunia. Di dalam 33 perwujudan Avalokitesvara lebih condong ke ibuannya yang dimuliakan karena lebih pada memberikan kasih sayang (karuna Budha), di Bali sendiri Avalokitesvara dikenal dengan banyak nama dan banyak perwujudan seperti dalam konteks Hindu Avalokitesvara adalah manivestasi dari Ciwa Parwati sebagai pelindung jagat raya dan di simbulkan sebagai Dewi Tangan Seribu (Durga) karena Avalokitesvara berwujud Yin (feminin) dan Yang (maskulin), atau tidak laki tidak perempuan. Dalam Hindu dikenal dengan ‘ana tan hana (hara hari)’.

Pada agama Budha sering disebut Guanyin, Kwan Im. Di Batur Bali, Avalokitesvara dikenal sebagai Bhatari Batur (Hyang Dewi Dhanu) di Besakih Avalokitesvara dikenal dengan Ida Bhatari Ratu Mas Magelung karena rambut beliau selalu digelung. Gelar Ratu Mas Magelung diberikan oleh para mpu dan raja-raja Majapahit pada jaman itu, termasuk Mpu Kuturan sendiri menyebutkan Avalokitesvara adalah perwujudan Ciwa Budha yang pada saat itu, Mpu Kuturan sendiri sebagai baktanya yang bisa mencapai moksa karena Mpu Kuturan sudah memahami tentang ajaran Tantra yang tiada tandingnya pada masa itu dan barangkali juga masa ini.
Di Gunung Agung sendiri Avalokitesvara juga sering dikenal dengan Hyang Tatagatha sebagai penguasa alam tertinggi, karena di Bali Gunung Agung dikenal sebagai gunung tertinggi. Avalokitesvara mendapat gelar juga oleh Hyang pasupati (Bhatara siwa) dari Mahameru sebagai Hyang Giri putri penguasa goa, gunung, bukit, danau, laut dan hutan.

Hyang artinya (Raja) Giri (gunung) Putri (putra/anak), karena Avalokitesvara dipercayai sebagai anak dari raja penguasa alam semesta (Hyang Pasupati/Ciwa). Jadi pada hakekatnya semuanya sama karena Avalokitesvara sendiri disimbulkan sebagai Ciwa Budha tidak terwujud. Juga Ciwa Pasupati adalah Ciwa Nata Raja, maka semuanya adalah sama. Antara Ciwa Budha semua dilebur menjadi satu karena tiada yang tertinggi dan tiada yang sama. Semua berbeda dan dilebur menjadi satu yaitu Hyang tunggal/Hyang Widi Wasa (Hyang Acintya) dengan konsep Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mandruwa, dari segala perbedaan semuanya dilebur menjadi satu, yaitu satu tujuan.

Tuhan tidak pernah membeda-bedakan umatnya. Semuanya sama dan satu, isi adalah kosong dan kosong adalah isi. Jadi di dalam diri mausia penuh dengan kekosongan jika tidak pernah memahami sesuatu hal dengan bijak dan tidak pernah mengisi kekosongan tersebut. Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya agar dari kekosongan tersebut manusia mendapat pencerahan yang abadi karena semasih bumi berputar ilmu pengetahuan akan terus berputar, maka karena itu berbahagialah manusia yang mampu untuk memberikan pencerahan kepada manusia yang lain, karena sesama manusia harus saling menutupi kekosongan yang ada di dalam diri. Dengan demikian akan mencapai kesempurnaan di dalam diri manusia dan diluar manusia sehingga suatu saat dapat mencapai keadaan ‘gemah limpah loh jinawi’ dan dunia akan selalu aman serta bahagia karena manusia sudah bisa saling mensyukuri juga saling membantu di dalam kekosongan itu.

33 perwujudan Avalokitesvara:

1. Nathadeva-lokesvaranatha,
2. Karuna Budha, Simhala-Dvipe Arogya-Sala Lokanatha,
3. Lokesvara Khmer,
4. Padmapani,
5. Vajrapani,s
6. Imhanada Avalokitesvara,
7. Sadhanamala Avalokitesvara,
8. SadaksariAvalokitesvara,
9. Khasarpana Avalokitesvara,
10. Halahala Avalokitesvara,
11. Padmanarttesvara,
12. Harihariharivahana,
13. Trailokyavasankara,
14. Rakta,
15. Mayajalakrama,
16. Nilakantha,
17. Sugatisamdarsana,
18. Pretasamtarpita,
19. Sukhavati,
20. Vajraharma,
21. Dabei guanshiyin,
22. Daci guanshiyin,
23. Shizi wuwei guanshiyin,
24. Dakuang puzhao guanshiyin,
25. Tianren zangfu guanshiyin,
26. Dafan shenyuan guanshiyin,
27. Sansian huangsheng,
28. Bodhisattva aksyamati,
29. Prayeka budha,
30. Sravaka,
31. Vaisravana,
32. Vajradhara,
33. Geli Guanyin, Guanyin Yangliu, Yeyi Guanyin, Yanming Guanyin, Shiyao Guanyin, A-nou Guanyin, Longtou Guanyin, Simhakridita Avalokitesvara, Shizi Youxi Guanyin, Yulan Guanyin, Nengjing guanyin, Yiye Guanyin, Zhongbao Guanyin, Guanyinmu, Malangfu Guanyin, Yankuang Guanyin, Dewang Guanyin, Sansui Guanyin, Yiru Guanyin, Lianwo Guanyin, Ekadasamukha Avalokitesvara, Shinyimian Guanyin, Sasrabhuja Avalokitesvara.

Sumber: Pinisepuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar