Minggu, 20 September 2009

Pinisepuh 5 – Menarik Mirah Delima

Menarik Mirah Delima Dari Alam Gaib di UNHI

Pinisepuh adalah seorang mahasiswa di UNHI. Dalam keseharian terkadang Pinisepuh juga ingin melakukan kegiatan-kegiatan Budaya seperti mengupayakan pentas Drama Calon Arang di UNHI. Adalah sebenarnya suatu kegiatan yang sangat berani, mengingat selama kita tahu, Drama Calon Arang erat berkaitan dengan dunia undang-mengundang Leak. Ibaratnya pentas Drama Calon Arang merupakan arena pertarungan antara peyelenggara dengan Leak yang diundang.

Satu hal yang menjadi perhatian bahwa dari pihak penyelenggara Drama Calon Arang yang diandalkan sebagai pelindung adalah Pinisepuh. Pada kenyataannya pentas pagelaran Drama tersebut sukses. Tidak ada korban yang jatuh seperti kekhawatiran teman-temannya saat itu. Dan tentu ini membuktikan bahwa Pinisepuh juga memahami hal-hal mistis yang berbau aliran kiri dan cara memberikan perlindungan kepada pregina atau penari kalau ada hal-hal berbau mistis seperti itu.

Bukan tujuan mencari sensasi tetapi lebih kepada melestarikan budaya yang sudah ada. Karena dalam pandangan Pinisepuh, Bali terkenal karena Budaya. Memang mempertahankan Budaya adalah salah satu misi yang selalu diucapkan Pinisepuh kepada murid-muridnya.

Mirah Delima di UNHI
Pada suatu kesempatan, Pinisepuh mengutarakan suatu petunjuk kepada segenap pengurus Universitas bahwa pererai suci yang berada di lingkungan kampus menginginkan sebuah permata Mirah Delima untuk dapat lebih sempurna sebagai simbol niskala kejayaan kampus UNHI.

Tentu saja hal ini merupakan hal yang sangat tidak mungkin dilakukan karena siapapun tahu bahwa harga dari Mirah Delima adalah milyaran. Yang pernah saya dengar adalah 2,5 milyar. Itupun kalau benar-benar ada yang asli. Dan kalau mencari barang seperti ini tentu sangat susah kemana mencarinya karena di dunia barang antik-pun barang seperti ini sangat susah untuk ditemukan.

Tetapi Pinisepuh mengatakan bahwa untuk mencari barang tersebut tidak usah jauh-jauh karena Pusaka Mirah Delima berada pada lingkungan kampus UNHI. Pihak pemilik dan pengelola kampus hanya tinggal memberi ijin kepada Pinisepuh untuk mengupayakan menarik Pusaka tersebut. Tetapi dengan syarat bahwa Pusaka tersebut nantinya tidak boleh dijual karena sangat membahayakan. Penempatan Pusaka Mirah Delima ini harus dipasang pada pererai yaitu di antara ke dua alis. Atau pada posisi mata ke tiga dari pererai yang menyimbolkan maha tahu atau lebih kepada ilmu pengetahuan yang sujati. Sebagai simbol bahwa UNHI mengajarkan ilmu yang sujati. Demikian barangkali makna dari keberadaan Pusaka dan pererai suci tersebut nantinya.

Keberadaan Pusaka Mirah Delima di lingkungan kampus UNHI adalah pada alam Niskala. Pinisepuh sudah mengetahui lokasi dari Mirah Delima tersebut serta sudah pula berkomunikasi dengan penjaga dari Pusaka tersebut. Beberapa syarat juga diajukan oleh penjaga dari Pusaka Mirah tersebut diantaranya seperti Pinisepuh sudah utarakan yaitu jangan dijual dan juga mesti ditempatkan pada mata ke tiga pererai suci. Syarat lainnya adalah sarana Yadnya yang harus dipenuhi agar Pusaka bisa keluar dari Niskala ke Skala. Pinisepuh sudah mendapat semua petunjuk Yadnya yang diperlukan. Akhirnya pihak kampus setuju dengan maksud dari Pinisepuh Agung Yudistira.

Hari baik sudah ditentukan oleh Pinisepuh. Lokasi tempat menarik Pusaka dari Niskala ke Skala sudah dipagari skala dan niskala sejak beberapa hari sebelumnya. Murid-murid unggulan Paguyuban Dharma Giri Utama yang ikut membantu sudah dihubungi. Panitia dari drama Calon Arang juga ikut. Mereka dianjurkan untuk puasa mutih pada hari H untuk kelancaran proses penarikan Pusaka. Sarana yang lain sudah disiapkan oleh Pinisepuh dan tinggal menunggu hari H. Segenap komponen kampus yang mendengar perihal ini sangat penasaran dengan apa yang akan diakukan oleh Pinisepuh. Mahasiswa yang tidak berkepentingan tidak ada yang diberi tahu.

Akhirnya hari H sudah tiba. Semua sarana sudah siap. Yadnya sudah digelar dan dilaksanakan. Murid-murid dan panitia yang mendampingi acara sudah juga bersiap menerima perintah tugas dari Pinisepuh.

Kemudian Pinisepuh memerintahkan salah seorang murid untuk menyalakan dupa dengan jumlah tertentu. Setiap pojok dari lokasi yang sudah dipagari secara gaib dari jauh hari, ditancapi dupa-dupa yang menyala. Yang tidak terlibat secara lansung hanya bisa menyaksikan dari luar areal yang sudah dipagari saja.

Kemudian murid-murid dan panitia duduk melingkar di pusat areal upacara. Di tengah areal kemudian di gelar kain putih dengan ukuran kira-kira 40x40 centimeter. Berbagai macam kembang ditaburkan di atas kain tersebut. Setiap ujung kain ditancapkan dupa dengan jumlah tertentu. Yang terakhir adalah Pusaka uang kepeng yang dirahasiakan terikat pada benang tridatu (merah, putih dan hitam), ujung benang yang satunya diikatkan pada dupa yang tidak dinyalakan dengan jarak tidak terlalu panjang, kemudian ujung dupa ditancapkan di tanah agak miring sehingga uang kepeng tampak menggantung dan berayun-ayun di atas kain putih, seperti pada posisi orang memancing di kolam. Uang kepeng dipegangi agar tidak bergoyang atau berputar. Setelah uang kepeng diam dan tidak bergerak, Pinisepuh menyuruh semua untuk duduk tenang dan mengambil sikap meditasi. Semua membawa dupa yang dinyalakan.

Segenap yang hadir duduk dengan tenang. Pinisepuh mulai melakukan meditasi dan mengucapkan mantra-mantra dengan suara mendesis. Anggota Paguyuban dan panitia disuruh untuk memperhatikan dengan sikap tenang. Uang kepeng mulai bergoyang-goyang dengan sendirinya. Tidak lama kemudian ujung-ujung kain putih bergerak-gerak naik turun serta seluruh kain tampak bergetar. Uang kepeng mulai berputar dengan cukup cepat di atas kain putih.

Pinisepuh bermeditasi semakin dalam dengan segenap mantranya. Uang kepeng putarannya melambat akan tetapi kain di tengah areal sudah terbang di atas tanah kira-kira setinggi 10 centimeter. Kain tersebut ujung-ujungnya bergerak dan juga seluruh kain bergerak-gerak seperti irama ombak laut dari berbagai arah. Suasana menjadi mencekam dan sebenarnya menciptakan perasaan takut bagi anggota Paguyuban dan panitia yang berada dalam areal pagar gaib. Bunga-bunga yang berada di tengah kain banyak yang sudah berjatuhan ke tanah sementara kain putih masih mengambang di udara.

Angin di sekitar tempat penarikan Pusaka Mirah Delima sangat dingin dan membawa suasana yang sangat mencekam. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 00 tetapi Pinisepuh belum memberi tanda-tanda kapan dan di mana sebenarnya Mirah Delima akan muncul. Uang kepeng kembali bergoyang dengan cepat. Pinisepuh memerintahkan untuk menyalakan dupa lagi kepada anggota Paguyuban. Pada saat dupa ditancapkan ke tanah, tiba-tiba kain tersebut jatuh ke tanah karena ada sesuatu jatuh di atasnya dan membuat kain tersebut tidak bisa terbang lagi. Diberati oleh sebuah benda. Salah seorang anggota Paguyuban yang kebetulan melihat , mengatakan bahwa benda tersebut memang tampak seperti jatuh dari langit.

Pinisepuh berhenti melakukan meditasi. Tetapi tampak mulutnya seperti komat-kamit berbicara dengan sesuatu yang tidak kelihatan. Uang kepeng diambil dan ditaruh pada tempatnya. Kemudian kain tersebut dilipat serta membungkus benda yang muncul tersebut. Pembersihan dan pencabutan pagar gaib pada lokasi penarikan pusaka dilakukan dengan upacara yang semestinya. Setelah itu Pinisepuh dan yang lainnya ke tempat suci melakukan persembahyangan yang semestinya sampai selesai. Semua yang hadir dalam prosesi tidak dapat menyembunyikan rasa penasaran yang sangat tinggi serta pandangan mata, semua menuju pada Pinisepuh.

Akhirnya, kain pembungkus benda Pusaka itu dibuka dihadapan semua yang hadir. Isinya adalah sebuah benda mirip cangklong tembakau jaman dulu. Pinisepuh melihat-lihat benda tersebut dan akhirnya menemukan sebuah biji berwarna merah di dalam cangklong tersebut. Tidak bisa dikeluarkan begitu saja dengan tangan. Pinisepuh mengorek-ngorek biji tersebut dengan tangkai lidi hingga jatuh ke kain di bawahnya. Setelah dipegang ternyata biji tersebut adalah lembek seperti jeli atau agar-agar. Tetapi kalau dijatuhkan mengeluarkan bunyi ‘tuk’ seperti benda logam yang jatuh.

Kemudian Pinisepuh memerintahkan seseorang untuk mengambil air kemasan dalam gelas. Setelah air tiba, dikeluarkan seluruhnya dari kotak, ditata sedemikian rupa agar berdekatan letaknya. Pinisepuh mengambil salah satu gelas dan merobek plastik tutupnya lalu memasukkan biji merah tersebut ke dalam gelas. Beberapa saat kemudian air dalam gelas menjadi merah dan diikuti oleh gelas-gelas yang lainnya. Biji diambil dari gelas tetapi air masih tetap merah. Pinisepuh sedikit tersenyum barangkali memberi tanda baik. Biji dimasukkan kembali untuk beberapa lama. Pinisepuh memberitahu pihak kampus UNHI yang tampak bersuka cita, bahwa akan ada semacam tes untuk meyakinkan bahwa biji ini benar-benar adalah Mirah Delima asli serta dengan kualitas yang sangat tinggi.

Sebelum mengambil biji dari dalam gelas Pinisepuh memerintahkan seseorang untuk mencari silet. Pinisepuh mengambil biji dari dalam air yang masih merah. Pinisepuh memerintahkan anggota Paguyuban dan yang lain kalau berminat untuk meminum air merah tersebut. Dalam sekejap air habis diminum. Pinisepuh kemudian mencoba memotong rambut anggota Paguyuban yang meminum air dari hasil rendaman dan ternyata rambutnya tidak bisa dipotong. Demikian juga dengan anggota Paguyuban dan yang lain semua mencoba memotong rambutnya tetapi tidak ada yang berhasil memotong. Kemudian Pinisepuh mencoba melukai dengan silet pada tangan salah seorang anggota Paguyuban tetapi ia menjadi kebal. Akhirnya semua yang minum air tersebut menjadi kebal. Sorak sorai dari yang hadir menyibak suasana mencekam beberapa jam yang lalu. Pinisepuh mengatakan bahwa yang meminum air tersebut akan kebal dari senjata tajam selama 21 hari. Memang kenyataannya di hari ke 22 rambut bisa dipotong dengan gunting.

Tes berikutnya yang akan dilakukan untuk mengetahui Mirah Delima tersebut benar-benar berkualitas adalah dengan memanggilnya pulang dari rumahnya, yaitu cangklong. Seseorang dipanggil oleh Pinisepuh dan diberi Mirah tersebut, kemudian Mirah dimasukkan ke dalam saku orang tadi lalu disuruh untuk keluar dari areal kampus sampai ke jalan raya. Setelah lewat hampir 30 menit, Pinisepuh membisikkan sesuatu ke mulut cangklong. Tidak lama kemudian Mirah Delima kembali ke rumahnya. Tiba-tiba berada dalam canklong. Suara gembira dan tepuk tangan mewarnai pagi di kampus UNHI pada saat tersebut.

Semua yang hadir bergembira atas keberhasilan Pinisepuh menarik Pusaka Mirah Delima yang ada di Kampus UNHI, Denpasar. Mirah Delima tersebut sekarang terpasang di pererai sakral UNHI. Secara Niskala, penunggu atau yang menjaga Pusaka Mirah Delima tersebut masih menjaga di sana agar Mirah Delima tidak diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Bersambung...
...mahluk gaib tertentu mempunyai kemampuan untuk menutup jalan skala... bagi yg baru terbuka penglihatan mata ketiga hati-hati...

2 komentar:

  1. saya kurang mengerti tntang pesanterakhir (mahluk gaib tertentu mempunyai kemampuan untuk menutup jalan skala... bagi yg baru terbuka penglihatan mata ketiga hati-hati...)
    mohon penjelasannya Pak Kadek melalui restu Pinisepuh...

    BalasHapus
  2. Pak Made,
    Bagi yg baru terbuka mata ketiga biasanya melihat penampakan disekitarnya. Jangan memandang mata penampakan tersebut seolah kita tahu keberadaan mereka. Kalau kita tidak berkemampuan untuk mengatasinya maka mahluk tersebut akan terus membuntuti. Nanti tidak nyaman dan terkadang minta2 seperti dibuatkan upacara tertentu agar mahluk tersebut bisa naik tingkatan tertentu. Kalau tidak dipenuhi akan terus dibuntuti dan akan memanggil-manggil terus dan tentu ini tidak nyaman.

    Suksma

    BalasHapus