Minggu, 02 Agustus 2009

Spiritual dan Kekayaan

Saya bertanya pada orang-orang yang menyebut dirinya adalah pelaku spiritual atau kepada orang-orang yang dalam kesehariannya sering dikunjungi oleh orang yang ingin bertanya tentang spiritual.

Apakah pelaku spiritual bisa kaya? Ada dua jawaban yaitu 'Ya' dan 'Tidak'.

Dalam kehidupan, yang pertama dihadapi sebagai manusia dalam kesehariannya adalah masalah ekonomi. Adalah sesuatu yang wajar bahwa setiap orang menginginkan menjadi orang yang kaya dalam kehidupannya. Sebelum mengenal kata spiritual itu sendiri saya merasa takut sebagai pelaku atau penekun spiritual karena alasan takut tidak bisa menjadi kaya.

Spiritual dalam kontek saya adalah penekun spiritual. Seseorang yang rajin ke pura-pura, baik pada waktu piodalan ataupun di luar waktu piodalan yang masih dalam cakupan sembahyang atau melakukan permohonan atau ‘mapinunasan’ adalah bukanlah yang disebut sebagai penekun spiritual. Ia hanyalah seseorang yang rajin menjalankan kewajibannya sebagai umat beragama. Jadi Ia bukanlah seseorang yang disebut penekun spiritual atau dengan bahasa sehari-hari orang sering mengatakan sebagai ‘orang spiritual’. Jadi orang yang rajin bersembahyang itu adalah belum bisa dikatakan sebagai ‘orang spiritual’. Yang dikatakan sebagai penekun spiritual atau orang spiritual adalah orang yang rajin melakukan ‘meditasi’ disamping melakukan kewajiban bersembahyang. Yang dikatakan sebagai penekun spiritual juga adalah beliau-beliau yang sudah ‘melinggih’ mulai dari Pemangku atas dasar kemauan sendiri ingin menjadi pemangku maupun pemangku atas dasar titah atau kajumput atau dikehendaki oleh Beliau sampai pada tingkatan pinandita lebih tinggi seperti Peranda dan tingkatan tinggi lain-lainnya.

Dalam pemahaman umum bahwa pelaku spiritual adalah orang-orang yang sudah tidak terikat oleh benda-benda duniawi. Harta adalah benda-benda duniawi. Kekayaan adalah benda-benda duniawi. Para pelaku spiritual dikatakan memang tidak terikat oleh benda-benda duniawi. Tidak terikat bukan berarti tidak membutuhkan benda-benda tersebut, masih membutuhkan pakaian dan makanan. Pakaian dan makanan adalah benda. Sekecil apapun benda-benda duniawi adalah kekayaan. Seorang penekun spiritual kalau tidak kaya mungkin juga akan susah mencapai tingkatan sampai ke status Peranda. Biaya yang diperlukan untuk melinggih tidak sedikit. Ada yang bisa mencapainya ada yang tidak bisa mencapai tingkatan ‘melinggih’ tersebut karena masalah ketiadaan kekayaan.

Saya hanya mencoba membuka sedikit polemik yang ada di masyarakat Bali agar tidak takut menjadi pelaku spiritual karena takut kehilangan kekayaan yang sudah dicari dan dikumpulkan sepanjang hidup. Bhagawad Gita telah mengatakan dengan jelas bahwa apabila seseorang ber-bhakti dengan tulus ikhlas dan sesuai dengan cara-caranya apapun yang diinginkan akan dapat dicapai.

Saya dalam keseharian adalah pelaku spiritual dan pengusaha. Melakukan meditasi sehari sekali. Sering melakukan persembahyangan ke pura-pura. Melakukan acara pelukatan di pura-pura. Memohon Restu dari beliau-beliau Ida Batara yang melinggih di Kahyangan Jagat Bali. Pada tahun 2009 mencanangkan pada diri sendiri untuk melakoni kehidupan spiritual. Dalam meditasi saya memohon seorang pendamping yang memahami spiritual secara utuh yang mana sangat sulit ditemukan di Bali. Akhirnya bertemu dengan pelaku spiritual yang sanggup berkomunikasi dengan beliau-beliau Para Leluhur. Ia juga yang menunjukkan kepada saya bahwa saya harus ngiring (mendapat titah mengabdi) di pura Kawitan saya. Dalam tahun yang sama juga mempunyai rejeki berlebih sehingga bisa membangun usaha baru yang juga untung pada operasional bulan pertama. Jadi tidak ada yang harus ditakutkan untuk menempuh kehidupan bernuansa spiritual. Kekayaan akan tetap bisa diraih bersamaan dengan pengabdian kita kepada Beliau Ida Batara.

3 komentar:

  1. Osa..Pak made benar.banyak orang takut ngiring Ida,terbalenggu berita ngiring
    ten dados mekarya atau kalau sudah ngiring,harus mengurangi aktifitas duniawi.informasi ini membuka tabir
    untuk menyeimbangkan kehidupan material dan spiritual..suksma banget

    BalasHapus
  2. di dalam Bhagavad Gita, Tuhan Sri Krishna berkata kepada sang Arjuna: "Dahulukan Dharma sebelum harta dan martabat, tanpa Dharma, harta dan martabat akan sia sia dan tidak menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Dahulukanlah Dharma maka harta dan martabat akan mengikutinya." Ambilah cerita Yudhistira ketika akan moksa namun tidak mau beralasan "mengempu" anjing yg mengikutinya. Ambilah cerita dari sang Garuda menerima Soma bukan utk membuat dirinya abadi immortal tetapi utk menyelamatkan Ibunya. Ambilah cerita dari pengorbanan Sri Rama meninggalkan istananya mengisolasi diri ke hutan. Ambilah cerita dari Gautama meninggalkan kerajaan sebelum menjadi Buddha. Semua mendahulukan Dharma. Tidak berDharma, maka sia sia lahir sebagai manusia. Hanya manusia yg bisa berDharma.

    BalasHapus
  3. Avalon,
    Demikianlah seharusnya. Ibunda Dewi Kwan Im dan Sabda Palon juga berlaku sama. Ingin melihat manusia ini bahagia sebelum ke alam Siwa Budha.

    Suksma

    BalasHapus